Selasa, 01 Mei 2012

Mesiu; Ditemukan Para Kimiawan Muslim

Kimia merupakan ilmu yang hampir seluruhnya diciptakan oleh peradaban Islam. Dalam bidang kimia, peradaban Yunani seperti kita ketahui hanya sebatas melahirkan hipotesis yang samar-samar. Sedangkan peradaban Islam telah memperkenalkan observasi yang tepat, eksperimen yang terkontrol, serta catatan atau dokumen yang begitu teliti. Tak hanya itu, sejarah mencatat bahwa peradaban Islam di era kejayaan telah melakukan revolusi dalam bidang kimia. Kimiawan Muslim telah mengubah teori-teori ilmu kimia menjadi sebuah industri yang penting bagi peradaban dunia. Dengan memanfaatkan ilmu kimia, Ilmuwan Muslim di zaman kegemilangan telah berhasil menghasilkan sederet produk dan penemuan yang sangat dirasakan manfaatnya hingga kini.
Berkat revolusi sains yang digelorakan para kimiawan Muslim-lah, dunia mengenal berbagai industri serta zat dan senyawa kimia penting. Adalah fakta tak terbantahkan bahwa alkohol, nitrat, asam sulfur, nitrat silver, dan potasium serta banyak senyawa penting dalam kehidupan manusia modern merupakan penemuan para kimiawan Muslim. Revolusi ilmu kimia yang dilakukan para kimiawan Muslim di abad kejayaan juga telah melahirkan teknik-teknik sublimasi, kristalisasi, dan distilasi. Dengan menguasai teknik-teknik itulah, peradaban Islam akhirnya mampu membidani kelahiran sederet industri penting bagi umat manusia, seperti industri farmasi, tekstil, perminyakan, kesehatan, makanan dan minuman, perhiasan, hingga militer.
Menguasai teknologi persenjataan merupakan salah satu faktor yang membuat kekhalifahan Islam di masa kejayaan menjadi begitu tangguh. Selain mumpuni dalam seni pembuatan pedang, dunia Islam pun mampu menggenggam teknologi pembuatan bubuk mesiu, bahan peledak yang digunakan untuk meriam. Sesuatu yang baru diketahui peradaban Barat pada abad ke-14 M.
Khalid Ibn Yazid (abad ke-7) merupakan ahli kimia Islam yang paling awal, beliau ialah cucu Muawiyah, Khalifah Umaiyah yang pertama. Khalid bukan saja mengambil langkah menterjemahkan teks kimia Iskandariah, tetapi beliau sendiri juga menghasilkan penulisan tentang kimia. Kitab al-Hararat dan wasiat tentang kimia kepada anaknya. Yazid banyak menghabiskan perbelanjaan untuk menghasilkan emas dan mengadakan peralatannya melalui ilmu kimia. Antaranya kaedah senjataan, pernyulingan, pemejalwapan, penghabluran, kaedah oksida logam bakar, percantuman dan turunan.

Fakta sejarah menyebutkan bahwa Khalid Ibn Yazid yang wafat tahun 709 M sudah mengenal potassium nitrat (KNO3), bahan utama pembuat mesiu pada abad ke-7 M, dua abad lebih cepat dari Cina. Biasanya mesiu terdiri dari campuran potassium nitrat (75%), belerang (10%) dan charcoal (15%). Dahulu banyak digunakan untuk peledakan-peledakan dan dalam senjata-senjata api (black powder).
Menurut Prof Ahmad Y al-Hassan dalam bukunya bertajuk, Islamic Technology an Ilustrated History (1986), potasium nitrat dikenal di dunia teknologi Islam dengan beragam nama. Senyawa kimia itu pada awalnya digunakan dalam proses metalurgi serta digunakan untuk membuat asam nitrat dan aqua regia. Dari abad ke abad, istilah potasium nitrat di dunia Islam selalu tampil dengan beragam nama, seperti natrun, buraq, milh al-ha’it, shabb Yamani, serta nama lainnya.
Salah satu kelebihan peradaban Islam dibandingkan Cina dalam penguasaan teknologi pembuatan mesiu adalah proses pemurnian potasium nitrat. Sebelum bisa digunakan secara efektif sebagai bahan utama pembuatan mesiu, potasium nitrat harus dimurnikan terlebih dahulu.
Ada dua proses pemurnian potasium nitrat yang tercantum dalam naskah berbahasa Arab. Proses pemurnian yang pertama dicetuskan Ibnu Bakhtawaih pada awal abad ke-11 M. Dalam kitab yang ditulisnya berjudul, al-Muqaddimat, yang disusun pada 402 H/1029 M, Ibnu Bakhtawaih menjelaskan tentang pembekuan air dengan menggunakan potasium nitrat, yang disebut sebagai shabb Yamani.
Proses pemurnian potasium nitrat juga termaktub dalam buku berjudul, al-Furusiyyah wa al-Manasib al-Harbiyyah, karya Hasan al-Rammah, ilmuwan Muslim pada abad ke-13 M yang seperti diberitakan dalam Suara Media News, pengetahuannya tentang bubuk mesiu sungguh sangat mengagumkan. Dalam karyanya itu, al-Rammah menjelaskan proses pemurnian potasium nitrat secara sempurna. Proses purifikasi yang disusun al-Rammah menjadi standar baku yang dapat kita temukan dalam beragam risalah kemiliteran.
Al-Rammah menjelaskan secara rinci dan jelas tentang proses pemurnian potasium nitrat. Metode pembuatan potasium nitrat ini kerap diklaim peradaban Barat sebagai temuan Roger Bacon. Namun, klaim itu dipatahkan sendiri oleh ilmuwan barat bernama Partington. Proses pembuatan saltpetre, nama lain potasium nitrat, pertama kali diketahui dari Hasan al-Rammah.
Prof al-Hassan menemukan fakta bahwa potasium nitrat begitu banyak digunakan pada saat meletusnya Perang Salib. Pada 1249 M, Raja Louis IX dari Prancis mengobarkan Perang Salib VII. Pasukan tentara Perang salib dari Prancis berniat menyerbu Mesir. Dalam Pertempuran al-Mansurah yang meletus pada 1250 M, pasukan tentara Salib dibuat kocar-kacir oleh pasukan Muslim. Bahkan, Raja Louis IX pun takluk dan ditahan karena tak mampu menghadapi kehebatan moncong meriam dan roket. Pada saat itu, pasukan Muslim sudah menggunakan bubuk mesiu sebagai bahan peledak meriam. Jean de Joinville, salah seorang perwira tentara Perang Salib, menjelaskan dengan betapa hebatnya dampak proyektil yang ditembakkan meriam tentara Muslim terhadap pasukan tentara Prancis.
Kalangan sejarawan menafsirkan kesaksian Joinville itu. Menurut para sejarawan, proyektil yang dijelaskan Joinville itu pastilah mengandung bubuk mesiu. Kehebatannya mampu membuat kocar-kacir pasukan tentara Salib. Lembaga Ruang Angkasa Amerika Serikat (NASA) dalam publikasinya mengenai sejarah roket juga mengakui teknologi militer dunia Islam di abad ke-13 M. Pasukan tentara Muslim melengkapi persenjataannya dengan roket yang ditemukannya sendiri. Saat Perang Salib VII mereka menggunakannya untuk melawan pasukan Prancis yang dipimpin Raja Louis IX. Dua dasawarsa berikutnya Raja Louis mencoba kembali menyerang Tunisia. Namun, dendamnya itu justru berakhir dengan kematian baginya. Pasukan Muslim dibawah kekuasaan Dinasti Mamluk dengan mesiu dan senjatanya kembali membuat kocar-kacir tentara Salib. Sejarawan Inggris, Steven Runciman, dalam bukunya, ”A History of the Crusades”, menuturkan bahwa mesiu digunakan secara besar-besaran pada 1291 M di akhir Perang Salib. Sejak itu, persenjataan militer dengan bahan mesiu digunakan secara besar-besaran pada 1453 M, Sultan Muhammad II al-Fatih dari Turki juga mampu menaklukkan kepongahan Konstantinopel dengan mesiu dan meriam raksasa. Dalam empat risalah berbahasa Arab disebutkan, saat perang Ayn Jalut di Palestina pada 1260 M, tentara Islam sudah menggunakan meriam kecil yang bisa dijinjing saat bertempur melawan Mongol. Meriam dan mesiu digunakan dalam peperangan di abad pertengahan untuk menakuti kuda-kuda dan pasukan kavaleri musuh. Selain digunakan untuk persenjataan, pada era itu mesiu juga digunakan untuk membuat mercon. Dinasti Mamluk dalam perayaan-perayaan di abad ke-14 M, dilaporkan biasa menampilkan atraksi petasan. Istilah petasan sudah disebutkan dalam harraqat al-naft or harraqat al-barud.
Seorang penjelajah asal Prancis bernama Bertrandon de la Brocquiere terperangah melihat pertunjukan petasan ketika tiba di Beirut pada 1432 M. Saat itu, penduduk Beirut tengah bersukacita merayakan hari Idul Fitri. Brocquiere mengaku baru pertama kali melihat pertunjukan petasan. Pada era itu, bangsa Prancis belum mengenal dan melihat petasan. Pada waktu itulah, Brocquiere kemudian mencoba mempelajari rumus dan resep rahasia pembuatan petasan. Ia lalu membawa rumus-rumus yang diperolehnya ke Prancis. Sementara itu, untuk pertama kalinya petsan dikenal di Inggris pada 1486 M ketika Henry VII menikah. Sejak era kekuasaan Ratu Elizabeth I, petasan dan kembang api mulai populer.
Sejak abad ke-13 M, peradaban Islam sudah mampu menyusun rumus dan komposisi mesiu serta bahan lainnya yang digunakan untuk membuat berbagai jenis bahan peledak. Peradaban Barat lalu meniru dan menggunakan teknologi yang dimiliki dan dikuasai umat Islam di era keemasan itu. Meski berutang kepada peradaban Islam, pencapaian sangat tinggi yang diraih umat Islam dalam teknologi pembuatan mesiu dan meriam kerap kali dihilangkan para sejarawan Barat. Sejarah Barat selalu menyebutkan sejarah mesiu dari Cina langsung ke Barat, tanpa menyebut pencapaian di dunia Islam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar