Selasa, 01 Mei 2012

BAPAK NOMOR WAHID


Aroma peluhmu yang tak sedap, terkubur bersama kasih yang mengalir bak curah hujan di musim kemarau. Memusnahkan keringnya batin…

Senyummu yang tak seberapa manis karena kerut di dahimu, tapi ketulusan senyuman itu melupakan segala kerut di wajah yang mulai menua itu…

Mata yang sayu, bukan karena kau orang jepang...

Ketulusan hati yang abadi yang selalu ku nanti,
Bapak...

Sampai kapankah kau terus begini, menjalin hari memeras keringat untuk puteri tercintamu...
Dan kapan waktunya aku bisa memberikan yang terbaik untukmu?

Haruskah aku dendangkan lagu ”yang terbaik bagimu”, bila kau tahu suaraku tak senyaring Gita Gutawa?

Atau haruskah aku bacakan puisi seperti Inayah, dengan rasa sayangnya untuk Gus Dur? Padahal engkau tahu, puisi yang ku buat tak secantik puisi buatannya...

Jikalau aku menyajikan aneka aroma hidangan seperti kala Ibu menyediakannya untukmu, pastilah kau akan berpura-pura menikmatinya, padahal aku tahu rasanya tak manis, tak asin, tak sedap dan tak pedas. Entah apa itu namanya...

Aku bingung, aku bingung,
Aku benar-benar bingung, Bapak...

Tapi pasti jika kau tahu bahwa aku bingung, kau akan berkata: buat apa bingung segala?
Apalagi bingung memikirkan apa yang harus ku lakukan untukmu...

Tentulah aku yakin, kau tak mengharapkan apa-apa

Dan aku tahu, membahagiakan aku, dengan menjadi Bapak terbaik bagiku, merupakan segala keindahan dan segala kebahagiaan bagimu

dan aku tahu, sungguh aku tahu...
kau memang Bapak juara satu
Bapak Sjamsuddin, yang berarti ”mentari agama”

Kau benar-benar menjadi mentari bagiku, menjadi lentera dalam hidupku
Bapakku...
Bapak nomor wahid




Vina el_Sjams
Ku tulis di kamar mini kost, Kertosariro 53C Malang
Pukul 15.52 WIB, pada 18-04-2010 (19 hari sebelum Bapak kembali pd Allah),
untuk Bapak tercinta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar